Khauf dan Raja
Takut (Khawf) adalah: Kesadaran
hati tentang keagungan Allah, kekuasaan-Nya, beratnya hukuman-Nya, dan pedihnya
azab-Nya. Hasil dari rasa takut ini adalah menjauhi segala sesuatu yang tidak
diridhai oleh Allah Ta'ala, karena takut itu merupakan pencegah yang menahan manusia
dari berbuat maksiat dan pelanggaran.
Harapan (Raja') adalah: Berprasangka
baik terhadap Allah berdasarkan pengetahuan hati tentang keluasan rahmat Allah,
kelembutan-Nya yang besar, dan kasih sayang-Nya yang agung.
Penjelasan:
1. Khawf
(Takut):
o Khawf atau rasa takut
kepada Allah adalah perasaan yang muncul dari pemahaman yang mendalam akan
kebesaran, kekuasaan, dan keadilan Allah. Seorang hamba yang memiliki khawf
menyadari betapa beratnya hukuman yang Allah sediakan bagi orang-orang yang
melakukan dosa dan pelanggaran.
o Rasa
takut ini bukanlah ketakutan yang membuat seseorang putus asa, melainkan
ketakutan yang berfungsi sebagai pengingat dan pencegah untuk tidak melanggar
perintah Allah. Dengan rasa takut ini, seorang Muslim akan menjauhi segala
bentuk maksiat karena khawatir akan mendapatkan murka dan azab dari Allah.
o Jadi,
khawf berperan sebagai pelindung diri dari dosa, menjaga seseorang agar
selalu berada di jalan yang lurus dan menjauhi hal-hal yang diharamkan.
2. Raja'
(Harapan):
o Raja' adalah sikap optimis
dan berprasangka baik kepada Allah. Harapan ini didasarkan pada keyakinan bahwa
Allah Maha Pengasih dan Penyayang, memiliki rahmat yang sangat luas, serta
selalu memberi kelembutan dan kasih sayang kepada hamba-Nya.
o Rasa
raja' membawa ketenangan dan kebahagiaan dalam hati seorang Muslim.
Meski seorang hamba menyadari bahwa ia telah melakukan dosa, ia tetap berharap
akan ampunan dan rahmat Allah yang tak terbatas. Ini adalah harapan bahwa Allah
akan mengampuni dosa-dosa dan memberikan hidayah serta kebaikan dalam hidup.
o Dengan
raja', seseorang tidak mudah putus asa, bahkan setelah melakukan
kesalahan, karena ia tahu bahwa Allah sangat penyayang dan akan memberikan
pengampunan kepada siapa pun yang kembali kepada-Nya dengan taubat yang tulus.
3. Keseimbangan
antara Khawf dan Raja':
o Dalam
kehidupan seorang Muslim, penting untuk menjaga keseimbangan antara khawf
dan raja'. Terlalu banyak rasa takut tanpa harapan bisa menyebabkan
putus asa, sementara terlalu banyak harapan tanpa rasa takut bisa membuat seseorang
meremehkan dosa.
o Oleh
karena itu, seorang Muslim perlu memiliki rasa takut kepada Allah untuk menjaga
diri dari kemaksiatan, namun di sisi lain tetap harus memiliki harapan bahwa
Allah akan memberikan rahmat dan pengampunan-Nya.
Hasil dari harapan ini adalah dorongan
untuk beramal shalih adalah pendorong yang memimpin hamba kepada ketaatan dan
kesesuaian dengan kehendak Allah."
"Maka, dipahami bahwa rasa takut (khauf)
dan harapan (raja') adalah dua obat yang bermanfaat bagi penyakit hati,
seperti merasa aman dari makar (tipu daya) Allah dan putus asa dari rahmat-Nya,
yang keduanya termasuk dosa besar. Firman Allah:
فَلَا يَأْمَنُ مَكْرَ اللَّهِ
إِلَّا الْقَوْمُ الْخَاسِرُونَ
'Tidak ada yang merasa aman dari makar
Allah kecuali orang-orang yang merugi' (QS. Al-A'raf: 99),
dan 'Tidak ada yang berputus asa
dari rahmat Allah kecuali orang-orang kafir' (QS. Yusuf: 87).
Dalam
hadits qudsi, Allah yang Mahaberkah dan Mahatinggi berfirman:
'Demi
kemuliaan dan keagungan-Ku, Aku tidak akan mengumpulkan pada hamba-Ku dua
ketakutan dan dua keamanan: jika ia takut kepada-Ku di dunia, maka Aku akan
memberinya keamanan pada hari kiamat. Namun, jika ia merasa aman dari-Ku di
dunia, maka Aku akan membuatnya takut pada hari kiamat.'"
Penjelasan:
1. Amalan
Shalih sebagai Pemimpin Menuju Ketaatan:
o Amalan
shalih adalah bentuk dari pengabdian seorang hamba yang mengarahkannya kepada
ketaatan kepada Allah. Melakukan amalan-amalan yang baik, seperti shalat,
zakat, sedekah, dan akhlak terpuji, menjadi jalan yang memimpin seseorang untuk
selalu berada dalam ketaatan kepada Allah.
o Ketaatan
ini adalah bentuk kesesuaian dengan perintah Allah dan menjauh dari
larangan-Nya. Amalan shalih memiliki kekuatan untuk menggerakkan hati dan diri
manusia untuk taat.
2. Khawf
dan Raja' sebagai Obat bagi Penyakit Hati:
o Khawf (rasa takut) dan Raja'
(rasa harapan) disebut sebagai obat yang sangat bermanfaat untuk menyembuhkan
penyakit hati. Penyakit hati ini meliputi rasa aman yang berlebihan dari azab
Allah dan putus asa dari rahmat-Nya.
o Merasa
aman dari makar Allah berarti seseorang terlalu yakin bahwa dirinya
tidak akan pernah mendapatkan hukuman atau azab, meskipun melakukan dosa. Sikap
ini berbahaya karena membuat seseorang lalai dan terus-menerus melakukan dosa.
o Di
sisi lain, putus asa dari rahmat Allah juga merupakan penyakit hati yang
besar, karena menyebabkan seseorang merasa tidak ada harapan untuk mendapatkan
ampunan dari Allah. Ini juga berbahaya karena bisa menyebabkan seseorang
berhenti berusaha untuk bertaubat atau memperbaiki diri.
3. Dua
Ketakutan dan Dua Keamanan:
o Dalam
hadits qudsi yang disebutkan, Allah menyatakan bahwa Dia tidak akan
mengumpulkan dua ketakutan atau dua keamanan pada hamba-Nya. Maksudnya adalah,
jika seorang hamba merasa takut kepada Allah di dunia dan senantiasa berhati-hati
dalam menjalankan kehidupan sesuai dengan perintah-Nya, maka di hari kiamat
Allah akan memberikan rasa aman kepadanya. Hamba ini akan dilindungi dari azab
dan ketakutan pada hari kiamat.
o Namun,
jika seseorang merasa aman dari azab Allah di dunia, merasa bebas untuk berbuat
dosa tanpa takut kepada konsekuensinya, maka Allah akan membuatnya merasa takut
pada hari kiamat. Artinya, orang tersebut akan menghadapi ketakutan besar di
hari pembalasan sebagai akibat dari sikap meremehkan dosa selama hidupnya di
dunia.
"Para arif (orang-orang yang
memiliki pengetahuan mendalam tentang Allah) — semoga Allah memberikan manfaat
dengan mereka — mengatakan: yang paling baik bagi orang yang lurus dalam
agamanya adalah bahwa rasa takut (khawf) dan harapannya (raja')
harus seimbang, seperti dua sayap burung. Adapun orang yang tidak lurus — yaitu
orang yang meremehkan perintah dan larangan Allah, serta berani melanggar
batas-batas-Nya dan melakukan dosa-dosa — maka yang paling baik baginya adalah
mengutamakan rasa takut agar ia bisa kembali lurus, kecuali bagi orang yang
sudah berada di ambang kematian dan akan menghadap Allah, menuju akhirat. Maka
seharusnya rasa harapan (raja') lebih mendominasi hatinya, agar ia mati
dengan prasangka baik kepada Allah. Sebagaimana disebutkan dalam hadits:
'Janganlah salah seorang di antara kalian mati
kecuali dalam keadaan berprasangka baik kepada Allah.'
Dan Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma
berkata: 'Jika kalian melihat seseorang mendekati kematian, maka beri kabar
gembira padanya agar ia bertemu dengan Rabbnya dalam keadaan berprasangka baik
kepada-Nya, tetapi jika ia masih hidup, maka takutkanlah dia.' "
Penjelasan:
1. Keseimbangan
antara Khauf dan Raja' bagi Orang yang Lurus:
o Bagi
orang yang istiqamah (lurus) dalam menjalankan agama, rasa takut (khauf)
dan harapan (raja') harus seimbang. Ini diibaratkan seperti dua sayap
burung. Jika salah satu sayap lebih berat, maka burung tidak akan bisa terbang
dengan baik. Demikian juga, seorang hamba harus menyeimbangkan antara rasa
takut kepada azab Allah dan harapan kepada rahmat-Nya agar ia selalu berada di
jalan yang benar.
o Keseimbangan
ini penting karena terlalu banyak rasa takut bisa membuat seseorang putus asa,
sedangkan terlalu banyak harapan bisa membuat seseorang lalai. Oleh karena itu,
keseimbangan antara keduanya membantu seorang Muslim tetap waspada terhadap
dosa dan tetap optimis mendapatkan ampunan Allah.
2. Mengutamakan
Rasa Takut bagi Orang yang Lalai:
o Bagi
orang yang tidak taat, yaitu mereka yang meremehkan perintah dan larangan Allah
serta berani melanggar hukum-hukum-Nya, rasa takut harus lebih dominan. Hal ini
diperlukan agar mereka sadar akan akibat dari dosa-dosanya dan kembali ke jalan
yang benar.
o Rasa
takut akan menggerakkan mereka untuk bertaubat dan menjauhi dosa. Ini adalah
proses penyucian diri yang diperlukan bagi mereka yang masih sering melanggar
batas-batas Allah.
3. Mengutamakan
Rasa Harapan di Akhir Hidup:
o Namun,
bagi seseorang yang sudah mendekati kematian, rasa harapan (raja') kepada
rahmat Allah harus lebih dominan. Ini karena ketika seseorang berada di ambang
kematian, prasangka baik kepada Allah sangat penting. Allah ingin hamba-Nya
menghadap-Nya dalam keadaan penuh harapan akan rahmat dan ampunan-Nya.
o Hadits
yang disebutkan menekankan pentingnya seseorang meninggal dunia dalam keadaan
berprasangka baik kepada Allah, karena ini menunjukkan ketenangan hati dan
keimanan yang kuat terhadap kebaikan Allah.
o Perkataan
Ibnu Abbas juga memperkuat ini. Ketika seseorang mendekati kematian, ia harus
diberi kabar gembira tentang rahmat Allah agar ia tidak takut dan cemas,
melainkan memiliki keyakinan bahwa Allah akan menyambutnya dengan ampunan.
Sebaliknya, jika seseorang masih hidup, rasa takut perlu ditekankan agar ia
tetap waspada dan berhati-hati dalam menjalani kehidupan.
Surah
Yusuf ayat 87 yang berbunyi:
"إِنَّهُ لَا يَيْأَسُ مِنْ رَوْحِ اللَّهِ إِلَّا
الْقَوْمُ الْكَافِرُونَ"
"Sesungguhnya
tidak ada yang berputus asa dari rahmat Allah, kecuali orang-orang yang
kafir."
Tafsir Ayat:
1. Makna
"Roohullah" (رَوْحِ
اللَّهِ):
o "Roohullah" dalam konteks ini
bermakna rahmat, pertolongan, atau kasih sayang Allah yang datang untuk
menyelamatkan hamba-hamba-Nya dari kesulitan, ujian, atau penderitaan. Rahmat
Allah adalah sumber penghiburan dan harapan bagi setiap mukmin yang sedang
menghadapi cobaan. Allah selalu menurunkan pertolongan dan jalan keluar bagi
mereka yang beriman kepada-Nya.
o Ini
termasuk harapan dan pengharapan akan kebebasan dari kesulitan duniawi maupun
pengampunan dosa di akhirat.
2. Larangan
Berputus Asa:
o Allah
melarang hamba-hamba-Nya berputus asa dari rahmat-Nya, bahkan dalam kondisi
yang paling sulit sekalipun. Putus asa adalah tanda lemahnya iman dan keyakinan
bahwa Allah mampu memberikan jalan keluar dari setiap kesulitan.
o Dalam
ayat ini, Allah menegaskan bahwa hanya orang-orang kafir yang berputus
asa dari rahmat-Nya. Orang kafir tidak memiliki harapan atau keyakinan akan
pertolongan Allah karena mereka tidak beriman kepada-Nya.
3. Konsep
Harapan dalam Islam:
o Dalam
Islam, harapan (raja') adalah salah satu elemen penting dalam
hubungan antara hamba dan Tuhan. Seorang mukmin harus selalu memiliki harapan
yang kuat bahwa Allah akan menolong mereka, meskipun keadaan tampak sangat
sulit atau tidak mungkin.
o Berputus
asa dari rahmat Allah dianggap sebagai kesalahan besar, karena itu
menunjukkan kurangnya keyakinan pada kekuasaan dan kebijaksanaan Allah. Hal ini
bahkan dianggap sebagai ciri orang kafir, yang tidak mengharapkan apapun dari
Allah karena mereka tidak beriman.
4. Pengajaran
dari Kisah Nabi Ya'qub:
o Ayat
ini muncul dalam konteks kisah Nabi Ya'qub yang kehilangan putranya, Yusuf,
selama bertahun-tahun. Meskipun dalam keadaan yang sangat sulit dan kehilangan
harapan secara manusiawi, Nabi Ya'qub tetap menasehati anak-anaknya untuk tidak
berputus asa dari rahmat Allah. Ia tetap yakin bahwa Allah akan memberikan
jalan keluar dan mengembalikan putranya, Yusuf.
o Dari
kisah ini, kita belajar bahwa bahkan dalam kondisi yang tampaknya sangat sulit
atau mustahil, seorang mukmin harus tetap memiliki harapan kepada Allah dan
yakin bahwa rahmat-Nya akan datang.
Pelajaran dari Ayat:
1. Larangan
Berputus Asa:
Seorang Muslim tidak boleh berputus asa dalam situasi apa pun, baik itu dalam
menghadapi cobaan, kesulitan, atau dosa. Harapan kepada Allah harus selalu ada.
2. Harapan
dalam Pertobatan:
Dalam konteks dosa dan kesalahan, ayat ini juga memberikan pelajaran bahwa kita
tidak boleh berputus asa dari rahmat dan pengampunan Allah. Allah selalu
membuka pintu ampunan bagi hamba-Nya yang bertaubat, bahkan bagi dosa yang
besar sekalipun.
3. Perbedaan
Mukmin dan Kafir:
Berputus asa dari rahmat Allah adalah ciri khas orang kafir. Seorang mukmin
yang beriman kepada Allah selalu memiliki keyakinan bahwa Allah akan memberikan
solusi dan pertolongan pada waktu yang tepat.
4. Kekuatan
Iman dalam Menghadapi Ujian: Ayat ini mengajarkan kita pentingnya
memiliki iman yang kuat dalam menghadapi cobaan hidup, percaya bahwa
setiap ujian memiliki hikmah, dan Allah akan menurunkan rahmat-Nya bagi
hamba-hamba-Nya yang bersabar dan tetap berharap.
وفي
الحديث القدسي عن تبارك وتعالى قال : وعِزّتي وجلالي لا أجمَعُ على عبدي خَوفَينِ
ولا أمنين، إذا خافَني في الدنيا أمَّنْتُهُ يومَ القيامة، وإذا أَمِنَني في
الدنيا أخَفْتُهُ يومَ القيامة
Hadits qudsi ini adalah
sebuah sabda Allah yang disampaikan melalui Nabi Muhammad SAW, di mana Allah
SWT berfirman:
“Demi kemuliaan dan
keagungan-Ku, Aku tidak mengumpulkan pada hamba-Ku dua rasa takut dan dua rasa
aman. Jika dia takut kepada-Ku di dunia, maka Aku akan memberikannya rasa aman
pada hari kiamat. Dan jika dia merasa aman terhadap-Ku di dunia (tidak takut
kepada-Ku), maka Aku akan membuatnya takut pada hari kiamat.”
Penjelasan Hadits:
1.
Dua Rasa Takut dan Dua
Rasa Aman:
o Allah
menyatakan bahwa Dia tidak akan mengumpulkan dua rasa takut atau dua rasa aman
pada seorang hamba. Artinya, orang yang merasa takut kepada Allah di dunia
tidak akan merasakan ketakutan di akhirat, sedangkan orang yang tidak takut
kepada Allah di dunia akan merasakan ketakutan besar pada hari kiamat.
2.
Takut kepada Allah di
Dunia:
o Orang
yang merasa takut kepada Allah di dunia adalah orang yang selalu menjaga
dirinya dari perbuatan dosa, maksiat, dan pelanggaran terhadap perintah-Nya.
Rasa takut ini bukan ketakutan yang menghancurkan, tetapi rasa takut yang
mendidik, mendorong untuk selalu bertakwa dan tunduk kepada aturan Allah.
o Takut kepada Allah di dunia mengarahkan
seseorang untuk berbuat kebaikan, meninggalkan dosa, dan selalu bertaubat.
Dengan demikian, rasa takut ini memberikan jaminan
keamanan pada hari kiamat. Pada hari kiamat, Allah akan
memberikan kedamaian dan perlindungan kepada orang yang takut kepada-Nya di
dunia, karena mereka telah menjaga hubungan mereka dengan Allah.
3.
Rasa Aman di Dunia:
o Sebaliknya,
orang yang merasa aman terhadap Allah di dunia, yaitu orang yang tidak peduli
dengan perintah dan larangan-Nya, tidak takut pada azab-Nya, dan meremehkan
dosa serta pelanggaran, akan mendapatkan ketakutan besar di
akhirat.
o Mereka
yang merasa aman di dunia adalah mereka yang lalai, tidak bertakwa, dan merasa
bahwa hukuman Allah tidak akan datang kepada mereka. Di akhirat, mereka akan
dikejutkan dengan azab dan ketakutan yang amat besar karena mereka tidak
mengambil kesempatan untuk bertaubat dan mendekatkan diri kepada Allah selama
hidup di dunia.
4.
Keutamaan Takut kepada
Allah:
o Takut
kepada Allah adalah salah satu tanda keimanan yang sejati. Dalam Al-Qur'an,
Allah memuji orang-orang yang memiliki rasa takut kepada-Nya, karena rasa takut
ini membawa mereka kepada ketaatan dan kehidupan yang lurus.
o Dalam
hadits ini, Allah menjanjikan bahwa siapa saja yang memiliki rasa takut
kepada-Nya di dunia, maka di hari kiamat mereka akan diberikan rasa aman, yang berarti mereka akan selamat dari
azab dan ketakutan yang luar biasa pada hari pembalasan.
5.
Hari Kiamat sebagai
Penentu:
o Hari
kiamat adalah hari penentuan bagi setiap manusia, di mana amal perbuatan di
dunia akan dibalas. Orang yang takut kepada Allah di dunia akan merasakan
kedamaian di hari kiamat, sementara mereka yang lalai akan merasakan ketakutan
yang luar biasa.
Pelajaran dari Hadits:
- Rasa Takut yang Seimbang: Hadits ini
mengajarkan bahwa rasa takut kepada Allah di dunia harus dijaga sebagai
bentuk kepatuhan dan ketakwaan kepada-Nya. Rasa takut ini tidak membuat
seseorang merasa putus asa, tetapi justru membuat seseorang lebih waspada
dalam menjalani hidup dan menjauhi dosa.
- Pentingnya Bertaubat: Orang yang lalai dan
merasa aman di dunia harus segera bertaubat dan memperbaiki dirinya
sebelum datang hari pembalasan, di mana tidak ada lagi kesempatan untuk
memperbaiki diri.
- Keseimbangan antara Takut dan Harapan: Seorang Muslim harus
memiliki keseimbangan antara rasa takut kepada Allah dan harapan akan
rahmat-Nya. Takut kepada Allah membuat kita terhindar dari dosa, sementara
harapan kepada rahmat-Nya memberikan ketenangan dan motivasi untuk terus
berbuat kebaikan.
Dengan demikian, hadits
ini memberikan peringatan dan motivasi kepada umat manusia untuk senantiasa
menjaga hubungan yang baik dengan Allah melalui ketaatan, dan menjauhi dosa
dengan penuh kesadaran dan ketakutan kepada-Nya.
ففي
الحديث: «لا يَموتُ أحدكم إلا وهو يُحسِنُ الظَّنَّ بالله تعالى
Hadits ini merupakan sabda
Nabi Muhammad SAW yang menyatakan:
"Tidaklah salah
seorang di antara kalian mati kecuali dalam keadaan berprasangka baik kepada
Allah Ta'ala."
Penjelasan Hadits:
1.
Prasangka Baik kepada
Allah:
o Hadits
ini menekankan pentingnya memiliki prasangka baik
(husnuzh dhon) terhadap Allah, terutama menjelang akhir
kehidupan. Prasangka baik adalah keyakinan bahwa Allah akan memberikan rahmat,
ampunan, dan kebaikan kepada hamba-Nya, meskipun hamba tersebut memiliki banyak
dosa.
2.
Kondisi Kematian:
o Kematian
adalah momen kritis dalam hidup manusia. Hadits ini menunjukkan bahwa bagaimana
seseorang berakhir hidupnya sangat dipengaruhi oleh keyakinan dan prasangka
yang mereka miliki tentang Allah. Ketika seseorang menghadap ajal, keyakinan
bahwa Allah adalah Zat yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang akan mempengaruhi
keadaan akhir mereka.
3.
Kedudukan Husnuzh Dhon:
o Memiliki
prasangka baik kepada Allah termasuk dalam akhlak yang terpuji. Dalam banyak
ayat dan hadits, Allah mengingatkan bahwa Ia akan memperlakukan hamba-Nya
sesuai dengan prasangka hamba tersebut terhadap-Nya. Jika seseorang yakin akan
kasih sayang dan ampunan-Nya, maka itu akan memperkuat iman dan ketenangan hati
dalam menghadapi kematian.
4.
Mempengaruhi Amal
Perbuatan:
o Prasangka
baik kepada Allah juga mendorong seseorang untuk terus beramal saleh dan
bertaubat. Jika seseorang yakin bahwa Allah akan mengampuni dosa-dosanya, ia
akan lebih terdorong untuk memperbaiki diri dan berbuat baik, sehingga dapat
menghadapi kematian dengan tenang.
5.
Harapan dalam Islam:
o Islam
sangat menekankan harapan dan keyakinan akan rahmat Allah. Meskipun seseorang
mungkin melakukan banyak kesalahan, selama ia memiliki harapan dan berusaha
untuk bertaubat, maka Allah senantiasa siap untuk mengampuni. Dengan demikian,
hadits ini mengajak umat Islam untuk terus berusaha dalam kebaikan dan
memelihara prasangka baik terhadap Allah.
ففي
الحديث: «لا يَموتُ أحدكم إلا وهو يُحسِنُ الظَّنَّ بالله تعالى
Hadits yang berbunyi:
"Tidaklah salah
seorang di antara kalian mati kecuali dalam keadaan berprasangka baik kepada
Allah Ta'ala."
Penjelasan Hadits:
1.
Makna Prasangka Baik:
o Prasangka baik
(husnuzh dhon)
kepada Allah berarti memiliki keyakinan dan harapan bahwa Allah akan memberikan
rahmat dan ampunan kepada hamba-Nya. Ini mencakup keyakinan bahwa Allah adalah
Maha Pengasih dan Maha Penyayang, dan bahwa semua dosa dapat diampuni dengan
taubat yang tulus.
2.
Kondisi Kematian:
o Hadits
ini menekankan pentingnya keadaan hati dan pikiran seseorang saat menjelang
kematian. Ketika seseorang mendekati ajalnya, keadaan pikirannya tentang Allah
dapat mempengaruhi ketenangan dan keberaniannya dalam menghadapi kematian.
3.
Pentingnya Harapan:
o Dalam
Islam, sangat ditekankan untuk selalu berharap kepada Allah, meskipun kita
memiliki banyak kesalahan. Dengan harapan yang kuat, kita bisa mendapatkan
ketenangan jiwa dan mempersiapkan diri dengan baik untuk bertemu Allah.
4.
Kaitannya dengan Iman:
o Prasangka
baik kepada Allah adalah bagian dari iman. Seorang Muslim yang memiliki iman
yang kuat akan percaya bahwa Allah tidak akan mengecewakan harapan hamba-Nya
yang tulus.
Contoh Prasangka Baik
kepada Allah:
1.
Contoh Pribadi:
o Seorang
Muslim yang berbuat dosa di masa lalu dan kemudian bertaubat dengan
sungguh-sungguh. Dia berkeyakinan bahwa Allah akan mengampuni semua dosanya
karena ia telah berusaha untuk memperbaiki diri dan memperbanyak amal sholeh.
Ketika menjelang kematian, ia tetap berharap bahwa Allah akan menerima
taubatnya.
2.
Contoh dalam Kehidupan
Sehari-hari:
o Seorang
ibu yang memiliki anak yang sedang sakit parah. Dia berdoa dan berharap kepada
Allah agar anaknya sembuh dan tetap berpikir positif bahwa Allah Maha Kuasa dan
pasti akan memberikan yang terbaik. Ketika anaknya meninggal dunia, dia tetap
berprasangka baik bahwa Allah tahu apa yang terbaik untuknya dan anaknya.
3.
Contoh dari Kehidupan Para
Salaf:
o Banyak
ulama dan sahabat Nabi Muhammad SAW yang mengajarkan pentingnya prasangka baik
kepada Allah, terutama saat mereka mendekati ajal. Misalnya, Imam Ahmad bin
Hanbal, saat menghadapi kematiannya, ia tetap berdoa dan berharap akan rahmat
Allah, menunjukkan betapa pentingnya memiliki prasangka baik kepada Allah saat
menghadapi momen kritis seperti kematian.
Komentar
Posting Komentar